Tuesday 3 January 2012

Aspek Hukum dan Ekonomi


1.  Dari yang saya ketahui tentang hukum, pengertian hukum adalah suatu ketentuan atau aturan yang bersifat memaksa dan akan dikenai sanksi bagi yang melanggar, yang berada pada suatu wilayah/daerah/Negara yang telah menjadi kesepakatan bersama dari seluruh unsure yang ada di wilayah/daerah/Negara tersebut. Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Hukum merupakan sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari
bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat maupun antar pemerintah. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum-hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa continental/lama, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda.  Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. Unsur-unsur hukum (gegevens van het recht) terdiri dari unsur idiil dan riil. Dikatakan unsur idiil, karena hal tersebut terletak dalam bidang yang sangat abstrak yang tidak dapat diraba dengan panca indera, namun kehadirannya dapat dirasakan. Unsur ini terdapat dalam diri setiap pribadi manusia, yang terdiri dari: Unsur cipta yang harus diasah yang dilandasi logika dari beraspek kognitif sehingga unsure ini  menghasilkan ilmu tentang pengertian. Unsur karsa, harus diasah, yang dilandasi etika dan beraspek konatif. Unsur rasa, harus diasih, yang dilandasi estetika dan beraspek afektif. Sedangkan unsur riil terdiri dari manusia, alam dan kebudayaan yang akan melahirkan ilmu tentang kenyataan. Unsur ini mencakup aspek ekstern-sosial dalam pergaulan hidup dalam masyarakat. Sumber hukum yaitu segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan sebagainya yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu. C.S.T. Kansil  menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum ialah, segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Yang dimaksudkan dengan segala apa saja, adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum. Sedang faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal artinya ialah, dari mana hukum itu dapat ditemukan , dari mana asal mulanya hukum, di mana hukum dapat dicari atau di mana hakim dapat menemukan hukum sebagai dasar dari putusannya. Menurut Achmad Ali  sumber hukum adalah tempat di mana kita dapat menemukan hukum. Namun perlu diketahui pula bahwa adakalanya sumber hukum juga sekaligus merupakan hukum, contohnya putusan hakim. Pada umumnya sumber hukum dibedakan menjadi 2, yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum material. Menurut Sudikno Mertokusumo , Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dan lain-lain. Sumber Hukum Formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan. Sumber-sumber hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formal ini merupakan sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum. Yang termasuk sumber-sumber hukum adalah Undang-Undang, Kebiasaan, Traktat atau perjanjian internasional, Yurispudensi, dan doktrin. Jenis-jenis hukum pada umumnya adalah hukum perdata, hukum publik, hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara, dan hukum internasional. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum seperti  politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya. Hukum Perdata meliputi antara lain hukum keluarga, hukum harta benda, hukum perikatan, dan hukum waris. Sementara itu hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan orang lain.atau Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan masyarakat. Hukum publik adalah hukum yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan tentang masyarakat dan menjadi hukum perlindungan publik, misalnya hukum administrasi dan tata usaha negara, hukum pidana, dan hukum tata negara. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan sebagainya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Hukum acara adalah ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum (materiil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya . Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana (hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana), untuk hukum perdata maka ada hukum acara perdata (hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata). Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim. Contoh hukum acara yaitu bentuk-bentuk surat di bidang kepengacaraan perdata. Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antar negara satu dengan negara lain secara internasional Universa, yang mengandung dua pengertian dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit meliputi : Hukum publik internasional. Dalam arti luas meliputi : Hukum publik internasional dan hukum perdata internasional.contohnya adalah hukum perdagangan antar negara.
2.Dari yang saya ketahui tentang hukum perjanjian adalah hukum perjanjian terdapat dalam pasal 1313 KUH Perdata yang berisikan pengertian bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian disebut juga dengan persetujuan karena di dalamnya terdapat persetujuan kedua belah pihak atau lebih untuk melakukan sesuatu. Di dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah : (1). Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri, yaitu bahwa semua pihak menyetujui materi yang diperjanjikan, tidak ada paksaan atau di bawah tekanan, (2). Para pihak mampu membuat suatu perjanjian, kata mampu maksudnya adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang yang dalam undang-undang dilarang membuat perjanjian, (3). Ada hal yang diperjanjikan, dalam hal ini maksudnya adalah perjanjian menyangkut hal/objek yang jelas (4). Dilakukan atas sebab yang halal/iktikad baik bukan untuk sebuah kejahatan. Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subyektif akan memiliki konsekwensi untuk dapat dibatalkan. Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif, maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi hukum. Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu: (1) perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. (2) perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang. (3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik. Setelah perjanjian timbul dan mengikat para pihak, hal yang menjadi perhatian selanjutnya adalah tentang pelaksanaan perjanjian itu sendiri. Menurut KUHPerdata, bila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi). Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (cantumkan pasal dan ayat yang dilanggar). Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang dilayangkan. Somasi yang tidak diindahkan biasanya akan diikuti dengan somasi berikutnya (kedua) dan bila hal tersebut tetap diabaikan, maka pihak yang dirugikan dapat langsung melakukan langkah-langkah hukum misalnya berupa pengajuan gugatan kepada pengadilan yang berwenang atau pengadilan yang ditunjuk/ditentukan dalam perjanjian. Mengenai hal ini Pasal 1238 KUHPerdata menyebutkan:debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.Sebagai konsekwensi atas perbuatannya, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus memberikan ganti rugi meliputi biaya-biaya yang telah dikeluarkan berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, kerugian yang timbul akibat perbuatan wanprestsi tersebut serta bunganya. Dalam Pasal 1243 KUHPerdata disebutkan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Pasal 1244 KUHPerdata bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya. Berbeda halnya jika terjadi dalam keadaan memaksa atau hal-hal yang secara kebetulan satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka keharusan untuk mengganti segala biaya, kerugian dan bunga sebagaimana dinyatakan di atas tidak perlu dilakukan (Pasal 1245 KUHPerdata).

No comments:

Post a Comment